Awal Januari 2014 silam, Sulawesi Utara berduka. Beberapa sudut Kota berjuluk Sitou Timou Tumou Tou
itu hancur terhempas gelombang banjir bandang dan tanah longsor. Kala
itu, Januari 2014 menjadi awal masuknya musim penghujang di sebagian
besar wilayah Nusantara. Banjir besar tak hanya menenggelamkan Jakarta.
Bencana banjir pun menjadi musibah kelam bagi kota Manado dan Tomohon.
Kondisi bentangan alam di
wilayah Tomohon yang berbukit dan banyak lembah memicu pula pergerakan
tanah yang mengakibatkan bencana tanah longsor. Wilayah Tinoor, Tomohon,
Sulawesi Utara menjadi lokasi terparah yang terkena dampak bencana
tanah longsor dan banjir bandang.
Kepedihan di awal Januari itu membawa kerusakan dan korban jiwa di Kota
Manado, Tomohon, Minahasa, dan Minahasa Utara. Bencana banjir bandang
menghempas wilayah Sulawesi Utara akibat hujan deras yang terus
mengguyur hingga akhirnya tak mampu terbentung oleh aliran sungai Sario,
Tondano, dan Sawangan. Luapan sungai kemudian menenggelamkan sejumlah
lokasi, mematikan perekonomian, membawa lumpur dan air bah yang
menenggelamkan sekolah, perkantoran, hotel, dan super market hingga
lebih dari 5 meter. Rumah besar hanyut terbawa luapan air sungai,
kendaraan mobil dan motor tenggelam mengikuti derasnya aliran air, dan
sejumlah penduduk hilang tenggelam.
Tanah longsor pun kala
itu memutus total aliran transportasi dari Kota Manado menuju Tomohon
akibat longsornya jalan utama di Tinoor. Putusnya transportasi menuju
Tomohon saat itu menyulitkan arus bantuan ke wilayah Tinoor,
melambungkan harga bahan pokok di Kota Manado, dan menimbulkan kemacetan
luar biasa di dalam Kota Manado.
Makin terkikisnya daerah aliran sungai yang melintasi Kota Manado
menjadi salah satu tersangka utama penyebab meluapnya aliran sungai.
Memasuki musim penghujan, ancaman banjir masih mengintai dataran rendah
di Kota Manado yang secara geografis memang berada di wilayah hilir
sungai.
Selain itu, menurut Veronica Kumurur, pakar Lingkungan Hidup Universitas
Sam Ratulangi seperti yang dikutip dari liputan6.com menyebutkan bahwa
bencana banir bandang Manado dan tanah longsor di Tomohon murni akibat
kesalahan pengelolaan alam di wilayah tersebut.
Menurut Veronica, sejatinya kota Manado banyak terdapat aliran sungai,
dikelilingi oleh dataran tinggi dan daerah resapan air. Namun nyatanya
bentangan alam sebagai drainase alami tersebut banyak yang habis
ditebang, diganti oleh bentuk pemukiman, industri dan lain lain.
Bencana 2014 lalu menurut catatan memang menjadi klimaks akibat
kerusakan alam di wilayah sekitar Manado. Tercatat hampir 75 % wilayah
Kota Manado terendam oleh banjir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
mencatat statistik 40 ribu orang mengungsi dan 18 jiwa tewas akibat
bencana banjir dan longsor 2014 silam di 6 Kabupaten Sulawesi Utara,
yaitu Manado, Minahasa Utara, Kota Tomohon, Minahasa, Minahasa Selatan,
dan Kepulauan Sangihe. (ijl)
Foto mongabay.co.id